Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Setiap manusia tidak pernah terpisah dari masalah hidup. Jika tidak membekali diri dengan akhlak ini, nescaya gagal untuk menyelesaikan permasalahan.
Demikian agungnya akhlak ini sehingga Rasullah s.a.w. memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya: "Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah SWT, yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)".
- (HR. Muslim)
Akhlak mulia ini terkadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga bertindak negatif bagi dirinya ataupun orang lain. Padahal Rasulullah s.a.w. sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasihat: 'Janganlah kamu marah.' Dan beliau mengulanginya berkali-kali dengan bersabda: 'Janganlah kamu marah'.
- (HR. Bukhari).
Tidak bererti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dari sifat kelemah-lembutan.
Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah iaitu:
1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah SWT berfirman: 'Berdoalah kalian kepadaku nescaya akan aku kabulkan.'
- (Ghafir: 60)
2. Terus-menerus berzikir pada Allah SWT seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, kerana Allah telah menjelaskan bahawa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah SWT berfirman : "(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikrullah. Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati manusia."
- ( Ar-Ra'd : 28)
3. Mengingat nas-nas yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda Nabi s.a.w.: "Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari syurga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemahuannya".
- (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami' No. 6398).
4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk, maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. : "Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring."
- (Al-Misykat 5114).
5. Berlindung dari syaitan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.
Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Betapa indahnya perilaku seorang Muslim jika dihiasi dengan kelemah-lembutan dan kasih sayang. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan, nescaya akan menjelekkannya.
Rasulullah s.a.w. bersabda : "Tidaklah kelemah-lembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek."
- (HR. Muslim).
Wednesday, January 27, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment